Siapa yang greget dengan Sinetron yang
lagi viral kemarin? Judulnya Suara Hati Istri (SHI), tayang di Indosiar.
Viralnya gegara ada adegan ranjang oleh aktris, namun aktris pemeran, ternyata
masih berusia 15 tahun sementara lawan mainnya adalah pria dewasa.
Terlepas dari kontroversi yang
ditimbulkan, sinetron Indonesia memang selalu punya jalan cerita bikin greget.
Isinya penuh konflik berular-ular tanpa batas episode yang jelas, dan durasinya
yang udah mau ngalahin durasi film bioskop. Plot cerita berjalan lambat dan
penyelesaian konflik yang serasa tidak ada ujungnya. Karenanya meskipun kisah
sinetron diangkat dari kisah nyata, lama-lama cerita akan tampak tidak
realistis.
Gara-gara SHI saya kemudian riset kecil-kecilan sinetron lain yang biasa tayang di Indosiar,
ternyata SHI bukan sinetron pertama yang bercerita tentang rumah tangga
poligami atau rumah tangga yang suaminya punya istri lebih dari 1 (satu). SHI
sendiri merupakan sinetron yang mengisahkan kisah cinta antara pak Tirta dan
istri ketiganya, Zahra.
Dan dari sinetron macam beginilah
muncul stereotype buruk tentang poligami yang merupakan salah satu ajaran
Islam. Stereotype seperti ini bukan tidak mungkin akan berkembang menjadi
kebencian bahkan penentangan pada syariat Islam.
SHI selain bikin
greget, juga bikin melek sebenarnya. Betapa kacaunya kehidupan jika mengabaikan
aturan Islam. Betapa sulitnya hidup perempuan tanpa Islam. Even, dalam kehidupan pribadi dan rumah tangga. Berkaca dari
sinetron ini ada beberapa hal yang sebenarnya ga perlu terjadi kalo menjadikan
Islam sebagai landasan hidup.
- Pertama, tidak boleh ada pernikahan
karena keterpaksaan atau ancaman. Dalam SHI, Zahra menikah karena keluarganya
terlilit utang kepada Tirta. Tirta memanfaatkan kondisi ini demi bisa menikahi
Zahra. Dalam Islam kerido’an mempelai pengantin untuk mengikrarkan ikatan pernikahan
adalah sebuah kewajiban.
“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta
musyawarahnya. Demikian seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah
diminta ijinnya.” Para Shahabat bertanya, “Ya Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” “Bila ia diam.” Jawab
Rasulullah (HR. Bukhori).
- Kedua, meskipun pada dasarnya menempatkan istri-istri dalam satu rumah tidak mengapa. Istri berhak dan boleh mensyaratkan kepada suami untuk ditempatkan di rumah yang berbeda dengan istri lainnya. Apalagi jika hal itu (menempatkan istri-istri di rumah berbeda) merupakan kebiasaan masyarakat, maka suami tidak boleh menyelisihi hal tsb.
Rasulullah SAW sendiri pun menempatkan istri-istrinya dalam rumah
yang berbeda. Dalam SHI, ketiga istri Tirta ditempatkan dalam 1 (satu) rumah. Kan
ga ada akhlak ya kalo gini, berani kawin 3x ga berani beli 3 rumah, padahal
karakternya udah ala-ala CEO Whattpad. Hihihi
Produser SHI mungkin perlu nonton drama Turki, Kurulus Osman. Ketika
Osman melamar Malhoon Hatun sebagai istri keduanya, Malhoon bertanya bagaimana
keadilan yang akan diberikan Osman?
Osman menjawab bahwa istri-istrinya akan ditempatkan di tenda
(rumah) berbeda, nafkah untuk mereka juga berbeda, orang-orang yang bekerja
dengan mereka adalah pilihan mereka sendiri dan masing-masing istri tidak bisa
dan tidak boleh saling memberi perintah (artinya tidak ada yang memiliki
kedudukan lebih tinggi atau lebih rendah dari lainnya).
- Ketiga, Suami wajib berbuat ma’ruf kepada istrinya. Salah satunya adalah dengan cara menjaga perasaan wanita. Kalo istrinya 3 orang, ya perasaan 3 orang itu harus dijaga semua. Karena itu suami yang berpoligami tidak boleh menunjukkan kemesraan dengan salah satu istri di depan istrinya yang lain.
Perlu dipahami, cemburu adalah sifat fitrah wanita. Kalo laki-laki
ga paham soal hal dasar ini saja, ga usah sok-sokan mau poligami dah. Jangankan
sama perempuan lain, istri aja kadang cemburu kalo suami lebih sibuk ama kerja
dan hobi. Ya tak mak?
Dalam SHI, ada adegan Zahra keluar dari kamar mandi sambil memakai
handuk di kepala habis keramas. Istri yang lain pasti bisa nebak dia habis
ngapain dengan suaminya, yang akhirnya menimbulkan cemburu dan dendam. Juga ada adegan romantis Tirta dan Zahra di dalam rumah, dimana istri lainnya bisa melihat. Itulah mengapa
lebih baik tiap istri ditempatkan di rumah yang berbeda.
- Keempat, hutang uang harus dibayar dengan uang juga. Dalam SHI, Tirta memanfaatkan kondisi keluarga Zahra yang punya utang banyak kepadanya, kalo Zahra menjadi istrinya maka dia akan mengangkat derajat keluarga Zahra dan ga perlu mikirin utang.
Mungkin hal seperti ini biasa terjadi ya di masyarakat? Padahal di
dalam Islam, utang itu punya pengaturan sendiri, termasuk bagaimana dan
besarnya membayar. Karena kalo salah bisa jatuh riba, yang salah satu dosa riba
itu seperti anak laki-laki berzina dengan ibunya sendiri.
Kalo utang uang dibayar dengan pernikahan, maka ini jelas salah. Itu
utang apa perdagangan manusia?
- Kelima, tidak boleh ada pernikahan tanpa persetujuan walinya. Jadi, dalam SHI, sebenarnya bapaknya Zahra itu ga rela Zahra menikah dulu, karena tahu Zahra pengin jadi dokter, ia menyatakan siap jadi budak Tirta, kerja ga digaji seumur hidupnya asalkan Tirta tidak menikahi Zahra.
Itu artinya wali tidak menyetujui pernikahan Zahra. Ingat ya wali
itu beda ama penghulu. Dan yang berhak menikahkan itu wali bukan penghulu. Kalo
selama ini kita lihat penghulu yang menikahkan, bisa jadi itu karena wali-nya
meminta untuk diwakilkan.
”Tidaklah sah suatu pernikahan kecuali dengan
adanya wali.”(HR. Ahmad)
- Keenam, wanita bukan tulang punggung keluarga. Beban nafkah ada di pundak laki-laki, sementara perempuan berada dalam tanggungan walinya. Bila (semua) walinya tidak mampu maka hak nafkahnya ada di tangan negara.
Ketika ayah Zahra sakit, ia berusaha bekerja dengan berjualan camilan yang hasilnya tidak seberapa, padahal ia harus membayar biaya sekolah, biaya hidup dan biaya rumah sakit. Dimana seharusnya di dalam Islam, pendidikan, kesehatan dan keamanan adalah hal dasar yang harus dipenuhi oleh negara. Dan kebutuhan pokok harus didapatkan oleh rakyat dengan akses yang mudah baik secara kuantiti, kualiti dan harga yang terjangkau atau bahkan gratis.
Seandainya hal ini dipenuhi oleh negara, maka Zahra dan keluarganya tidak perlu berutang ke Tirta. Zahra juga tidak perlu mencemaskan pendidikannya. Ia bisa sekolah setinggi yang ia mau, menjadi dokter atau profesor, Islam akan membuka peluang itu untuknya. Zahra juga bisa melaporkan tindakan Tirta ke Syurthoh atau Khalifah sekalian, biar kapok..
KESIMPULAN
Sinetron masih punya animo yang tinggi di tengah masyarakat. Banyaknya
sinetron dengan tema kekacauan rumah tangga sekarang bisa jadi adalah gambaran
masyarakat yang ada. Baik individu, masyarakat hingga negara perlu berbenah, sehingga
sama-sama tidak menimbulkan bias pada suatu pemahaman, apalagi bila itu
pemahaman Islam.
Sebagai salah satu media komunikasi, sinetron memegang
peranan penting. Sampai tulisan ini dibuat, SHI memang dihentikan penayangannya.
Namun memungkinkan sekali akan ada sinetron-sinetron lain yang sejenis meski
tak serupa, yang penuh konflik tanpa batas dan sayangnya meskipun kisahnya menyinggung
salah satu ajaran Islam seperti poligami, namun tidak ditampakkan solusinya
secara adil.
Mari adil, jangan hanya menimbulkan stereotype buruk pada Islam, tapi lihatlah bahwa hanya Islam yang mampu mengatur kehidupan dan membawa rahmat bagi semesta alam.