Blogger zaman now, banyak juga loh yang latar belakangnya ibu rumah tangga. Termasuk saya sendiri. Banyak banget keuntungan seorang ibu jadi blogger, tentunya selain menjadi alternative dalam mencari pundi-pundi.
Salah
satu keuntungannya bisa sebagai healing. Menulis bagi sebagian orang bisa untuk
menghilangkan kepenatan, dengan menumpahkan pikiran yang ada di kepala dalam
bentuk tulisan. Seperti yang kita ketahui, jadi ibu itu ga mudah. Jarang banget
bisa mager, tapi besar banget potensi buat baper.
Saya
sendiri mulai menjadi blogger karena selain butuh uang, juga sebagai salah satu
usaha supaya ga stress, karena pada waktu itu sedang menghadapi permasalahan
hidup yang pelik. Cieee..
Kenapa
jadi blogger menguntungkan? Juga bisa sebagai sarana untuk sharing kehidupan
kita dengan orang lain, supaya bisa diambil manfaat atau hikmahnya. Misalnya,
keriuhan sebagai ibu salah satunya di dapur kan? Terutama buat ibu-ibu yang
pandai masak nih, bisa banget sharing tentang resep makanan di blognya.
Hal
inilah yang dilakukan oleh salah seorang teman saya, Roswita Puji Lestari. Kalo
main ke blognya pasti ketemu dengan beberapa resepnya, yang bisa banget kalo
mau di recook. Kalo saya bukan golongan ibu yang pandai masak, ga pede untuk
bagi resep. Jadi, jangan berharap ada artikel resep di sini. Haha
Ketika
saya membuat tulisan ini, kebetulan benget di kulkas ada jamur dan buncis; di
blog mbak Roswita, beliau udah sharing resep Tumis Jamur Buncis. Pas banget
buat di recook sebagai lauk nanti. Thanks loh mbak Roswita J
Selain
berbagi resep, ternyata banyak banget hal lain yang mbak Roswita bagi di blognya,
mulai dari kisah pribadi dan keluarga hingga review produk dan buku. Bahkan menurutku
kategori di blognya terlalu banyak dan butuh diringkas. Tapi mantengin blognya
juga bikin betah kok, karena tampilannya yang clean, fresh dan pink.. hehe
Dari sekian
banyak itu, kisah taarufnya bikin senyum-senyum sendiri ketika membaca. Emang topic
ini topic anget-anget merah jambu, selalu mengaduk-ngaduk perasaan. Oh,
haruskah aku menulis kisah taarufku sendiri? Yang bakal bikin heboh itu? Wkwkwkwk
sepertinya saya belum siap. Ooppss..
Kalo dari
kisah mbak Roswita, kisah taaruf dimulai dari tuker-tukeran CV. Ini biasa
terjadi ya. Meski dulu aku ga pake CV-CV an ama calon suami (yang sekarang udah
jadi suami tercinta). Beliau katanya udah “investigasi” aku duluan dari
postingan-postinganku di media social. Nah loh, bagi yang single hati-hati ama
konten yang akan kamu produkdi dan share, karena bisa jadi salah satu poin
penilaian si calon jodoh.
Syukurlah
melalui banyak proses, mbak Roswita menemukan jodoh sejatinya. Dari kisah
beliau kita bisa belajar bahwa jalan mencari jodoh ga harus lewat pacaran. Kalo
mau ngomongin potensi konflik rumah tangga yang bisa terjadi karena kasus salah
memilih pasangan, yang di sinyalir karena ga pacaran dulu. Sebenarnya kalo
proses taarufnya benar dan amanah ya insyaAllah akan jauh dari masalah itu.
Jadi mau lewat taaruf atau pacaran, jodoh yang akan membersamai kita dalam bahtera rumah tangga pasti tak akan sempurna, dan konflik rumah tangga bisa saja terjadi. Scenario terburuk dari akhir sebuah rumah tangga juga bisa terjadi. Hanya saja, memilih jalan maksiat atau taat kepada Allah dalam menjemput jodoh itu adalah pilihan kita sebagai manusia dan nantinya akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak. Jadi pilihlah jalan yang benar.
Gitu
loh..