Nonton Mr. Hiragii’s Homeroom mengingatkan saya pada School, sebuah film Indonesia. Karena sama-sama bertema tentang bullying dan sama-sama melakukan penyanderaan. Bedanya di Mr. Hiragiis’s Homeroom yang menyandera murid adalah guru dengan meledakkan sekolah. Sementara kalo di School, korban bullying menyandera teman-teman yang membullynya dengan pistol. Di School pelaku penyanderaan berakhir dengan bunuh diri di hadapan umum.
Mr Hiragiis’s Homeroom dan School
benar-benar bikin nangis. Sanggup membuat penonton terhanyut. Ga terasa air
mata pun mengalir. Itulah yang saya rasakan ketika menonton.
Mr Hiragii’s Homeroom adalah drama
series dengan 10 episode, namun menurut saya ini adalah drama Jepang terbaik yang
pernah saya tonton. Pemain-pemainnya visual semua, jalan cerita yang jelas dan
sangat dekat dengan masyarakat, pesan yang ingin disampaikan. Semuanya dapet!!
Drama ini adalah gambaran dari kalimat
di header blog saya, “Pena adalah pedang, membunuh atau mengampuni nyawa.” Pena
di zaman sekarang berarti adalah keyboard yang merupakan perpanjangan dari
perasaan atau akal kita dalam menuliskan sesuatu. Namun kata-kata yang keluar
dari sana, bila tidak hati-hati, bisa jadi akan mengubah kehidupan seseorang,
menjadi lebih baik atau bahkan menjadi terpuruk.
SINOPSIS
Terjadi hal mengejutkan di SMA Kaio,
10 hari sebelum hari kelulusan. Hal ini disebabkan karena wali kelas 3A, Ibuki
Hiiragi menyandera 29 orang muridnya di kelasnya sendiri. Tujuan utamanya
adalah memecahkan misteri di balik kematian Reina Kageyama, seorang siswi kelas
3A juga, yang tewas karena bunuh diri.
Ibuki Hiiragi meledakkan sekolah dan
menelepon polisi sendiri agar aksinya mendapat publisitas. Ia juga meminta
tebusan unik, yaitu 50juta pengguna masuk SNS (semacam media sosialnya Jepang)
dan masing-masing membayar 100 yen, jadi totalnya 5 milyar yen. Seorang detektif
bernama Makoto Gunji yang dulunya seorang guru ditugaskan untuk menangani kasus
ini.
Namun, Ibuki Hiiragi tidak ada niat
untuk menyakiti atau membunuh murid-muridnya. Selama 10 hari penyanderaan ia
justru ‘mengajar’ dengan melibatkan murid-murid tersebut pada fakta yang terjadi.
Selama proses penyanderaan, akhirnya
terkuak apa yang terjadi pada Reina. Ternyata Reina memutuskan bunuh diri
karena ia depresi akan hate comment di internet. Namun hal ini bermula dari
sebuah video palsu tentang dia mengkonsumsi dopping di kontes renang. Karir berenangnya
hancur dan ia menjadi musuh 1 (satu) negara.
Karena peyanderaan ini, ditangkaplah
Takechi Yamato, seorang guru yang berada di balik pembuatan video palsu dan
Geng Berumuzu yang juga terkait dengan video palsu. Bahkan sampai melibatkan
mantan menteri pendidikan yang korup.
Di akhir penyanderaannya, yakni di
hari ke-10, Ibuki mengadakan siaran langsung di SNS untuk memberi “pelajaran
terakhir” kepada warganet agar berhati-hati dalam mengetikkan komen. Karena komen
jahat seperti yang mereka berikan kepada Reina Kageyama bisa memakan korban. Setahun
kemudian Ibuki Hiiragi meninggal karena penyakit kanker, namun 29 muridnya
mengenang dia sebagai guru terbaik dalam hidup mereka.
SISI LAIN
Bullying dalam drama Mr. Hiragii’s Homeroom ini memang secara verbal semua, baik dari orang sekitar Reina maupun warganet. Namun itu sanggup membuat Reina putus asa dan memilih bunuh diri.
Dari drama ini kita bisa mempelajari 3
(tiga) hal penting : Pertama, sungguh sempurna aturan Islam yang mengatur
segala aspek kehidupan. Termasuk mengatur perkataan yang keluar dari lisan
kita. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang beriman pada Allah dan hari
akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”
Kalo kita menyadari benar akan hal
ini, seharusnya ga ada istilah ‘netizen maha benar dengan segala sabdanya’
(menunjukkan bahwa netizen bisa ngomong apa aja tanpa disaring). Ngeri yaa..
Padahal Yang Maha Benar kan cuma Allah SWT.
Kedua, pentingnya tabayyun. Tabayyun
(memastikan kebenaran sebuah berita atau cerita sebelum menyebarkan) juga
merupakan ajaran Islam. Dalam QS. Al Hujurat : 6, Allah SWT berfirman, “Wahai
orang-orang yang beriman, jika ada seoarang fasik yang datang kepada kalian
dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar
jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar
kebodohan, kemudian akhirnya kalian akan menyesal atas perbuatan kalian.”
Video palsu Reina langsung viral
begitu masuk internet yang langsung banjir hate comment. Semua orang berasumsi
bahwa dia adalah atlet yang curang karena memakai dopping, padahal Reina adalah
atlet yang jujur. Semuanya karena tidak ada yang tabayyun dulu, namun langsung
memberikan penghakiman yang kejam.
Ketiga, sulitnya dakwah tanpa bantuan
negara. Dari Ibuki Hiragii kita belajar bahwa dakwah pun butuh negara. Ga bisa
sendirian. Jika dakwah disupport negara maka tidak ada Ibuki Hiragii yang akan
melakukan tindakan ekstreme seperti penyanderaan dan peledakan sekolah untuk
memberikan pelajaran kehidupan.
Tentu saja dukungan dari negara bukan
hanya dalam sistem pendidikan. Namun harus Kaffah dalam semua aspek kehidupan,
seperti aturan Islam yang sempurna yang mengatur semua aspek kehidupan. Karena
kehidupan manusia yang teratur dan tenteram tidak hanya butuh sistem pendidikan
yang membuat setiap karakternya bertakwa, namun juga butuh aturan sistematis
yang menjaga manusia sesuai dengan jalan fitrahnya.