Begitu Cepat Waktu Berlalu. Dimana Kita Sekarang??

January 16, 2019





10 tahun berlalu.. tak ada foto kala itu yang menemani, jadi biarlah kata yang bercerita.

Waktu itu mungkin saya masih karyawan kontrak. Dan mungkin 2009 adalah tahun dimana pertama kali saya mengenakan hijab. Tentu saja tidak seperti sekarang, model hijab yang dimasukkan ke dalam baju 😅

Gaji tidak besar, tapi karena berhasil ambil cicilan motor rasanya bangga 🤭. Padahal itu riba 😢
Tapi tetap yang namanya materi (uang) tidak pernah cukup. Kata pepatah besar pasak daripada tiang.

Saya pikir apakah saya yg boros?? Saya glamor?? Saya pikir dari dulu sampai sekarang saya bukan orang seperti itu. Sejak saat itu saya selalu mencatat pengeluaran saya setiap hari, kemudian saya ketik di Excell 😎. Eh tapi kalo sekarang pake aplikasi dong, pan kemajuan 😃

Sekarang kalo dipikir-pikir kebanyakan orang ya begitu, bahkan ada yang hanya punya pasak tapi ga ada tiang, alias banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan.

Menjadi janda zaman sekarang pun sulit. Anak hasil pernikahan menjadi tanggungan orang tua yang mengasuhnya, padahal kalo masih kecil akan ikut ibunya. Ayahnya?? Ya udah bebas kembali ke alam liar, tanpa memberi nafkah.

Tau kenapa?? Kadang bukan karena lupa atau tidak mampu, tapi karena tidak tahu bahwa kewajiban menafkahi anak tidak luntur hanya karena tidak lagi menikahi ibunya. Sementara ibunya kelimpungan setengah mati. Jangankan seorang singgle mom yang harus “fight” menghadapi dunia, terkadang yang lengkap keluarganya pun masih belum cukup penghasilan untuk sekeluarga.

Kebetulan kemarin ada kesempatan ketemu dengan seorang kenalan, pemilik usaha @donat_waloh yang enak pake banget. Pencipta resep dan penjualnya adalah couplepreneur mbak @sucianggraini dan suaminya. Eh mereka pengantin baru dan sekarang mbak Suci lagi hamil muda anak pertama. Semoga selalu sehat ya mbakk.. Kawan mesti cobain ini donat yahh..


Kalau boleh saya bilang, meskipun singkat dan santai, saya dan mbak Suci sempat bertukar pikiran, tentang kehidupan zaman sekarang, dimana setiap orang itu harus usaha pake mati-matian untuk menyambung hidup, kalo ga kerja ga ada duit, kalo ga ada duit ga bisa makan. Kalo lo ga makan lo bakal END. Serem?? Bangett.. Jadi berasa kalo hidup ini cuma kerja untuk makan gitu yaa..

Bahkan terkadang seorang istri bekerja bukan karena gaya hidup, tapi ya karena tuntutan hidup. Dituntut bayar listrik, bayar sekolah anak, bayar cicilan rumah, bayar biaya kesehatan yang selangit kalo sakit, kebutuhan pokok yang tak lagi murah, bahkan mungkin untuk pipis pun dituntut untuk bayar.

Eh iya sih ada yang bekerja demi gaya hidup, yang sebenarnya lebih mahal daripada kebutuhan pokok. Cek aja di lapak sebelah, gaji 80juta semalam, menjadi tidak berharga karena tak memiliki “nilai” (yang inih kapan2 aja bahasnya kalo mbak blogger yang sok rempong ini gak amnesia) Haha

Karena sulitnya belantara kehidupan ini pun, akhirnya banyak pula wanita yang tidak tega beban nafkah ada di pundak suami seutuhnya. Keluarlah mereka dari ranah domestik, bekerja pula demi sesuap nasi. Dan sebongkah berlian. Hehe

Setelah saya mengkaji Islam, saya tahu itu kurang keren. Bukan berarti istri tidak boleh bekerja yaa. Seorang wanita bebas berkarya asal tidak keluar dari syariat Islam dan tetap tahu skala awlawiyat-nya (skala prioritas). Maksudnya ini skala prioritas dalam beramal. Manusia tidak boleh menentukan prioritas beramal berlandaskan logika, fakta, manfaat-mudharat apalagi hawa nafsu.

Skala Awlawiyat maksudnya kurang lebih mendahulukan yang wajib daripada sunnah, mendahulukan yang sunnah daripada mubah. Haram harus mutlak ditinggalkan, makruh berusaha ditinggalkan.

Dalam hal ini, karena hukum asal seorang wanita adalah seorang ibu dan pengatur urusan rumah tangga bukan sebagai pencari nafkah. Maka jangan sampai karena hal yang mubah, kewajiban malah tergadai.

Di zaman sulit, hal ini tidak mudah, yang bekerja saja masih kelaparan, apalagi yang tidak bekerja. Udah jadi tulang-belulang kali yaa..

Tapi berbeda ketika sistem Islam diterapkan, meskipun seorang janda ia akan menjadi tanggungan walinya, bila ada ‘wali’ yang mangkir bisa menjadi sebuah kriminalitas yang akan diadili oleh hakim. Bila sama sekali tidak ada wali yang bisa menanggung, maka hak nafkah-nya ada pada negara. Dalam sebuah hadits menyebutkan, “Pemimpin adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus” (HR. Al-Bukhari).

Selain itu, di dalam sistem Islam, orang tua tidak perlu pusing dengan biaya pendidikan, kesehatan, transportasi, pekerjaan dll. Karena semuanya seharusnya merupakan hak rakyat dan gratis, minimal murah sekali.

Bayangkan bila kita hidup di sistem yang seperti itu. kita pasti bisa lebih fokus menjadi ibu yang baik untuk anak-anak kita, menjadi istri yang shalihah untuk suami kita, menjadi anak yang berbakti untuk orang tua kita, menjadi saudari yang shalihah, menjadi bagian ummat yang berjuang di jalan Allah. Wah bisa mengeruk pahala dari mana-mana, “chance” masuk surga pun lebih banyak. Aamiin..

Mungkinkah ini?? Sulit bagi kita, tapi tidak bagi Allah.. karena sudah ada janji-Nya di dalam QS. An-Nur : 55 yang artinya, Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kalian dan mengerjakan amal-amal yang saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia menukar (keadaan) mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

10 tahun sudah berlalu, sudahkah hidup kita nyaman sekarang? Sudahkah saudara-saudara kita yang ditindas itu merdeka? Sudahkan kita tak perlu memikirkan biaya hidup? Sudahkan kita tidak perlu mengkhawatirkan kejahatan-kejahatan yang mungkin saja bisa terjadi? Sudahkah kita yakin suami kita tidak akan direbut pelakor?? Sudah idealkah dunia saat ini untuk anak-anak kita?? Dll

Begitu cepat waktu berlalu.. Dimanakah kita sekarang??

Jember, 16 Jan 18
Helmiyatul Hidayati

#10yearsChallenge
#SosmedForDakwah

You Might Also Like

12 comments

  1. Kalau dibilang ideal ya jauuuh sekali. Selama Islam yang Kaffah belum diterapkan secara sempurna, ya selama itu juga kita harus mau kelimpungan ini itu. Ya untuk bisa tetap berdiri di jalan yg benar, ya untuk terus menlanjutkan hidup.

    Jadi kangen nih. Kapan masa itu hadir kembali.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ah aku jadi pengen minjam mesin penejelajah waktu doraemon hehehehe

      Delete
  2. Semoga seiring waktu berjalan dan zemakin dekatnya dengan kematian. Amal solih pun semakin banyak. Rindu serindu2nya dengan sistem Islam yg akan menjamin kebutuhan para ibu dan anak.

    ReplyDelete
  3. Semoga seiring waktu semakin baik terutama bagi pribadi masing-masing. Semoga Semoga

    ReplyDelete
  4. Alhamdulillah Mbak Suci udh nikah dan lagi hamilmud, baru tau nih.. Andaikan Islam benar2 diterapkan ya, masyaa Allah. Smg masa itu akan segera dlm rengkuhan. Aamin

    ReplyDelete
  5. Salfok sama donatnya yang menul-menul mbak. ��

    ReplyDelete

Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)