Tergantung Siapa Yang Bertahta
September 13, 2017
Saya punya buku Langit Kresna Hariadi (Gajah Mada buku
pertama). Cerita diawali oleh pengkhianatan Ra Kuti yang ingin menggulingkan
Prabu Jayanegara dengan ‘rencana’ menguasai istana dan membunuh keluarga
kerajaan. Ia menghasut seorang jenderal dengan menjanjikan sebuah jabatan yang
tinggi agar bisa menggunakan prajuritnya untuk membumihanguskan istana.
Tentu, Gajah Mada tampil sebagai pahlawan, ia geram sekali
dengan tindakan Ra Kuti. Baginya itu adalah ‘makar’, terlepas bagaimanapun
Prabu Jayanegara memimpin Majapahit, entah itu arif atau tidak.
.
Di lain kesempatan saya juga membaca sebuah cerita, tentang
kehidupan dua suku primitif yang berperang hanya karena perjodohan antar anak
kepala suku mereka batal. Pihak suku penyerang melakukan tindakan ‘radikal’
dengan membakar rumah, memenggal kepala dsb. Hal keji yang bisa kita pikirkan
lah, tentu dengan senjata yang disesuaikan dengan setting waktu cerita itu
terjadi : tombak, panah, racun, pisau, belati dll.
.
Tapi, kalau sekarang saya ingin membuat cerita fiksi dengan
plot yang mirip2 seperti itu (pertikaian antar 2 pihak dan perebutan kekuasaan)
saya bingung apakah karakter seperti Ra Kuti bisa disebut makar/kudeta lagi.
Karena zaman sekarang makar/kudeta itu bukan hanya sebutan untuk perbuatan yang
ingin menjatuhkan kekuasaan yang sah dengan paksa. –Arti menurut KBBI-
.
Zaman sekarang, siapapun yang bawa-bawa dalil selain untuk
ibadah dan akhlak, bisa disebut makar. Jangankan sekaliber ulama, emak-emak
yang ikut-ikutan ulama aja bisa diciduk. Apakah mereka seperti Ra Kuti yang
berharap duduk di singgasana Prabu Jayanegara? Apakah mereka seperti Ra Kuti
yang sanggup memberikan janji sebuah kekuasaan kepada seorang jenderal dengan
kekuatan pasukan pilih tanding ‘segelar sepapan’, sementara yang mereka miliki
hanya kecintaan pada Rabb-nya?
.
Pun dengan makna Radikal, bukan lagi bicara tentang
kekerasan yang berdarah-darah, bisa jadi itu adalah label bagi orang yang
dianggap mengusik setitik kepentingan orang-orang tertentu di negeri. ‘Selama kamu
tidak sama dengan saya, kamu Radikal’; begitu kira-kira.
.
Dan masih banyak lagi istilah lain yang bisa jadi sekarang
penggunaannya sudah jauh api dari panggang. Sebut saja ‘hoax’, ‘nobel
perdamaian Aung San Suu Kyi’, ‘Toleransi’ dan lain sebagainya.
Bikin capek penulis amatir karena harus melakukan riset
ribet sebelum menulis bukan? Namun begitulah, mungkin karena masa Prabu
Jayanegara udah lewat sejak 689 tahun lalu. Mungkin.
.
Jember, 13 September 17
YHH
.
0 comments
Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)