/
Hakikat Bahagia /
Mei ini di negeri ginseng alias Korea Selatan lagi “comeback” boygrup SHINee, pertama kalinya setelah salah seorang anggotanya meninggal karena bunuh diri pada Desember 2017 lalu. Bisa ya idol terkenal, ganteng, tajir, almost perfect and everybody know him meninggalnya karena bunuh diri?? Doi meninggal karena dengan sengaja membakar batu briket di dalam ruangan.
Biasanya
nih, orang memilih bunuh diri kalau dia ga gila, pasti terhimpit keras, pahit
dan sempitnya kehidupan, entah itu karena faktor ekonomi atau cinta. Ada kan
ya, yang bunuh diri gara-gara patah hati. Berasa rempeyek di bawah batu, ancur
sist!
Ternyata
kelapangan hidup bisa juga membuat manusia menderita, hingga memilih bunuh diri
macam abang Jonghyun itu. Dan dia bukanlah publik figure yang pertama kali
melakukannya. Di belakang Jonghyun sebenarnya ada berderet-deret lagi yang
memiliki kisah yang sama.
Dulu,
kala berita ini viral, saya teringat sebuah pelajaran tentang pertanyaan
mendasar dalam hidup. Darimana kita berasal, untuk apa kita hidup dan kemana
kita setelah mati nanti?
Saat
itu terlintas di benak, kemana ya abang Jonghyun pergi. Apa ia menaiki tangga ke
akhirat untuk selanjutnya menunggu giliran hidup kembali di bumi, dianterin
malaikat maut macam Lee Dong Wok di drama Goblin? Ga lah yaa.. Itu kan drama
fiksi.
Bunuh
diri diasosiasikan sebagai solusi atas masalah pelik di dalam hidup manusia. Dengan
mengakhiri hidup, penderitaan pun berakhir. Kira-kira begitu pikirnya. Padahal,
dalam Islam jelas ini terlarang, terkutuk dan tak termaafkan. Jadi, kalau
sampai ada yang bilang teror bom bunuh diri di Surabaya itu karena ajaran tertentu
dalam Islam, berarti bacaannya kurang banyak. Mudah-mudahan mereka move on dari
baca komik nano-nano. #Apasih
Sebenarnya
kalo soal penderitaan, semua orang memang diberi “penderitaan”. Tempat tidak
ada penderitaan itu ya di Surga.
Zaman
sekarang banyak orang kelaparan, banyak pula yang tidak bisa dapat pekerjaan,
tidak merasakan pendidikan, tidur di bawah dentuman bom, genosida, bahkan
penjajahan masih ada di beberapa negara muslim. #TearDrops
Tidak
punya waktu untuk bersantai dan cinta bertepuk sebelah tangan juga penderitaan.
#Loh
Lawan
kata menderita ya bahagia. Tapi bahagia yang hanya berdasar pada duniawi juga
merupakan penderitaan. Hanya mengukur bahagia dari seberapa banyak harta,
seberapa banyak teman, sebagus apa pasangan, setinggi apa karir, atau sampai di
belahan negara mana kita di kenal.
Memiliki
segalanya, tapi tidak mengenal Sang Maha Pencipta juga merupakan penderitaan. Memiliki
iman Islam namun dengan mudahnya digadaikan juga merupakan penderitaan. Tidak taat
syariat tapi begitu sombong merasa Allah menyayangi juga merupakan penderitaan.
Maka,
Islam merumuskan suatu definisi bahagia yang tak terbantahkan, tak dapat diterjang
badai serta karang. Bahagia yang hakiki adalah ketika seorang hamba Manusia mendapat
Ridho Allah SWT, sang Maha Pencipta sekaligus Sang Maha Pengatur kehidupan.
Seandainya
Jonghyun itu muslim dan tahu tentang bahagia ini, ia tidak akan memilih jalan
bunuh diri. Karena sebesar apapun penderitaan yang ia hadapi, ia tidak akan
melakukan sesuatu yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. Ia tahu bahwa ia akan
lebih menderita lagi bila Ridho Allah tak didapatnya.
Manusia
begitu mudah merasa menderita ketika terusik, baik fisik maupun hatinya. Padahal
sejatinya, “Allah tidak
membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al Baqarah:
286).
Semoga kita
semua tidak lupa bahagia. Dan tidak lupa pula mempersiapkan diri untuk
kehidupan setelah ini. Menulis adalah berusaha mengingatkan diri sendiri,
semoga saya ingat ini ketika “terusik”.
Jember, 22
Mei 2018
Helmiyatul
Hidayati
#CatatanRamadan06
#RamadanBaper
#RamadanPenuhPerjuangan
#InspirasiRamadan
#RamadhanBersamaRevowriter