Antara Ki Hadjar Dewantara dan Pendidikan Islam
May 02, 2018
Antara
Ki Hadjar Dewantara dan Pendidikan Islam
Oleh
: Helmiyatul Hidayati
(Editor
dan Blogger Profesional, Member Revowriter)
Hari
pendidikan nasional diperingati untuk mengenang jasa seorang pahlawan yang
lahir pada tanggal 02 Mei 1889 yakni Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang
lebih kita kenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara. Sepak terjangnya menjadi
terkenal ketika ia mengkritisi kebijakan Penjajah Belanda pada masa itu yang
hanya mengijinkan anak-anak kelahiran Belanda dan anak-anak orang kaya saja
yang boleh mengenyam bangku pendidikan.
Potret
buram pendidikan di Indonesia memang sudah terjadi sejak dari zaman penjajahan
Belanda. Bila pada masa itu terjadi ketidak-adilan dan ketidakmerataan sasaran
pendidikan, dimana hanya anak-anak atau orang-orang dari kalangan tertentu saja
yang bisa mengecap pendidikan, maka di zaman sekarang potret buram pendidikan
kita adalah diterapkannya pendidikan berbasis #sekulerisme yang mengancam masa
depan bangsa.
Pendidikan
sekulerisme adalah pendidikan yang memisahkan pendidikan agama dengan
pendidikan ilmu lainnya, artinya terjadi dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu
terapan. Padahal seharusnya hal ini tidak terjadi, karena sumber segala ilmu
hakikatnya berasal dari sang Maha Pencipta.
Akibat
atau hasil dari pendidikan sekuler adalah manusia yang hanya bisa bekerja atau
dengan kata lain hanya menjadi buruh dengan upah murah dan manusia yang
akhirnya memiliki kepribadian sekuler, bukan lagi kepribadian Islam.
Padahal,
pendidikan merupakan hal penting dan hak setiap anak. Rasulullah bersabda, “Tidak ada pemberian orang tua kepada anak
yang lebih utama daripada pendidikan yang baik.” (HR. At-Tirmidzy)
Maka,
tidak heran bila akhir-akhir ini kita seringkali disajikan berita-berita
negatif yang bersumber dari generasi-generasi muda. Generasi dimana seharusnya
kita meletakkan harapan dan masa depan bangsa.
Tersebar
video viral anak SD telah berlaku tidak senonoh (berciuman) di depan
teman-temannya, namun teman-temannya malah bersorak seakan-akan itu adalah
sesuatu yang “romantis.” Tak ada ketakutan rasanya, atau bahkan rasa malu
karena telah melakukan suatu kemaksiatan. Akan kemana jadinya bila hal seperti
ini berlanjut hingga ke masa depan.
Masih
belum selesai, kalau kita melakukan pencarian di google, betapa mirisnya
tragedi yang terjadi pada anak-anak muda sekarang. Mahasiswi hamil di luar
nikah, melakukan aborsi, melahirkan anaknya di toilet atau bahkan membuang
bayinya. Entah ada berapa banyak artikel seperti itu yang ditulis oleh para
reporter di berbagai belahan negeri ini.
Belum
lagi sederet kisah tentang anak yang memperkosa temannya, anak membunuh
gurunya, anak jadi begal, terlibat tawuran, narkoba atau menjual diri. Sungguh,
output seperti ini seperti berada di daerah dimana tak ada pendidikan sama
sekali. Andai Ki Hadjar Dewantara masih hidup, mungkin beliau akan mengelus
dada, karena perjuangannya dulu adalah agar setiap lapisan masyarakat dapat mengecap
pendidikan tanpa melihat latar belakang. Karena manusia yang terdidik harusnya
lebih beradab.
Sumber Foto : HidupMahasiswaIndonesia |
Bila
kita melihat sejarah, maka kita akan mendapati semboyan yang terkenal dari
bapak pendidikan Indonesia yakni Tut Wuri Handayani yang
teks aslinya berbunyi ”Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun
karsa, tut wuri handayani”.
Baca juga : Guru, Orang Tua, dan Masyarakat Sumber Kekuatan Dunia Pendidikan dan Kebudayaan
Arti dari semboyan ini adalah Ing
ngarsa sung tulada (di depan, seorang pendidik harus memberi teladan atau
contoh tindakan yang baik). Kemudian
ing madya mangun karsa (di tengah
atau di antara murid, guru harus menciptakan prakarsa dan ide). Dan yang terakhir, tut wuri handayani (dari belakang
seorang guru harus bisa memberikan dorongan dan arahan).
Dalam
menciptakan pendidikan yang baik memang perlu dukungan dari depan, tengah dan
belakang. Secara ideal kita bisa mengartikan hal tersebut sebagai sinergi
antara orang tua, sekolah dan negara.
Ketika
seorang anak berusia antara 1-7 tahun, maka guru terbaik adalah keluarga. Pada masa
ini pendidikan keluarga sangat penting sebagai teladan dan pemberi contoh yang
baik. Ayah dan ibu sama-sama memiliki tanggung jawab sebagai orang tua, karena
itu penting dan utama bagi ibu untuk memiliki ilmu pengasuhan anak (parenting),
selain ilmu lainnya. Bagi ayah pun begitu, perannya tidak boleh hanya sebatas
memberi nafkah karena ayah sejatinya adalah pihak yang paling bertanggung jawab
terhadap keluarga.
Jika
anak telah beranjak usia 7-14 tahun, peran orang tua akan mulai tergantikan
oleh teman dan sekolahnya. Teman dan sekolah yang akan memberikan warna
(prakarsa atau ide) kepada anak. Di sinilah, orang tua atau keluarga dituntut
untuk bisa bekerjasama atau bersinergi dengan sekolah. Karena bagaimanapun,
keluarga tidak boleh berlepas tangan begitu saja terhadap pendidikan sekolah
anak.
Pada
masa ini, juga merupakan hal yang genting atau rawan bagi keluarga agar tidak
memberikan kebebasan berlebihan kepada anak seperti yang sering kita ketahui
terjadi di dunia barat. Keluarga juga harus menghormati pihak sekolah dan
menghargai mereka bila memberikan tindakan pada anak-anak, meskipun tidak bisa
dipungkiri ada sekolah-sekolah yang memang tidak bisa dijadikan partner, yang
tidak sesuai dengan standar pendidikan negara.
Ketika
anak telah mulai beranjak dewasa yakni usia 14-21 tahun, maka yang menjadi
sumber nilai dan sumber arahan atau dorongan bagi mereka adalah masyarakat
berikut media, sekolah/universitas, teman dan segala sistem peraturan di
sekitarnya. Pada masa ini, anak-anak memiliki tantangan besar dalam menghadapi
dunia, sehingga terkadang kita bisa jumpai, seorang anak yang mulanya baik
akhirnya terlibat dalam berbagai macam pelanggaran.
Di
sinilah dibutuhkan sistem pengaturan untuk menjaga agar pendidikan anak-anak
yang telah diterima pada fase pertama dan kedua tetap terjaga hingga ia sampai
di fase ketiga. Jadi tak hanya keluarga dan sekolah saja yang dituntut tapi
juga perlu kepedulian masyarakat, bahkan penguasa beperan sebagai pengontrol
dan penjamin berjalannya fungsi keluarga, masyarakat juga media, serta
memberikan sanksi jika ada pelanggaran.
Bayangkan,
bila anak-anak telah dibentengi dan diberi pendidikan sedemikian rupa oleh
keluarga , sekolah dan masyarakat tentang bahaya pornografi (misal), namun
sistem atau aturan malah menggencarkan gerakan kondomisasi dan kurikulum seks
yang justru memicu seks bebas dan sebagainya.
Dalam
hal pembiayaan pendidikan pun begitu, bila ada keluarga yang tidak bisa
memberikan pendidikan karena terhalang biaya, maka akan diberikan kesempatan
itu kepada kerabat dan masyarakat, namun bila tidak bisa juga, maka seharusnya
negara berperan dalam memberikan pendidikan gratis tanpa mengurangi
kualitasnya.
Ada
sebuah kisah di masa Imam Syafi’i hidup, salah seorang gurunya adalah seorang
perampok. Tidak disangka bukan? Karena dengan sistem yang baik, seorang yang
tidak baik akan dipaksa menjadi baik. Namun di dalam sistem yang salah atau
tidak baik, seorang yang baik bisa jadi akan berubah menjadi seorang penjahat.
Dengan
sinergi dan sistem berlapis antara keluarga, sekolah, masyarakat berikut media
dan negara maka akan tercipta pendidikan karakter yang akan menghasilkan
kepribadian berkarakter yang tidak hanya bisa menghidupi hidup, namun juga
mampu menjadi pemimpin dunia dengan landasan iman dan takwa.
#SahabatKeluarga
8 comments
Setuju banget mba. Salah satu cara yg bisa kita lakukan untuk menolak pendidikan sekuler adalah membangun benteng anti sekulerisme dari rumah (keluarga) dengan imtaq dan ilmu diin yang kokoh.
ReplyDeletebenar mbak, ditambah kombinasi dr masyarakat dan negara :)
DeleteMiris banget memang melihat kelakuan yang katanya "anak jaman now". dibutuhkan pelajaran dan pengamalan moral yang baik.
ReplyDeletesetuju mbak
DeleteTantangan bener ya emang jadi orangtua zaman sekarang. Meski sudah kita didik anak dengan hal yang baik, tapi terkadang lihat lingkungan di sekitar anak juga.
ReplyDeletebenar mbak, meskipun sudah dididik dengan baik di rumah. kalo lingkungan dan sistem memble, pasti sedikit banyak akan keseret..
DeleteAishwa masio ketutup tulisan tetep gemesno wkwk. #gagalfokus
ReplyDeleteAstagfirullah saya agak kudet mba jadi gatau berita serem kayak gitu hiks tfs mbaa
ReplyDeleteSelamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)