Drama Mandarin Eternal Love yang tayang pada awal 2017 termasuk salah satu drama yang banyak direkomendasikan oleh pecinta drama Asia. Perpaduan cerita yang menarik, aktor dan aktris yang tampan serta cantik, setting yang megah merupakan daya tarik yang menarik penikmatnya.
Drama
ini bergenre drama romantis alias percintaan yang mengharu-biru. Seorang gadis bernama
Qu Xiao Tan dari masa depan ‘nyasar’ ke zaman kuno dan berbagi tubuh dengan
seorang tuan putri yang dijodohkan dengan seorang pangeran. Konflik selanjutnya
pun mengalir, perebutan tahta, intrik di dalam istana, kecemburuan selir pada
permaisuri, peperangan dsb.
Seorang
‘pintar’ memberikan seruling pengembara jiwa yang kemungkinan bisa membawa Qu
Xiao Tan kembali ke dunia modern. Seruling itu diberikan bersama dengan
partiturnya, dimana partitur ini berisi not musik. Uniknya, not musik dalam
partitur itu tidak lain dan tidak bukan adalah deretan angka-angka dalam bahasa
Arab (Eternal Love Episode 13).
Sekalipun
cerita fiksi, tapi segala cerita pastilah memiliki inspirasi dari kisah nyata.
Misalnya cerita Harry Potter karya JK. Rowling. Cerita mengenai kehidupan di
dunia sihir tersebut adalah imajinasi sang penulis, tapi sihir itu sendiri
adalah hal yang nyata ada. Kita bisa melihat kembali kisah nabi Musa, ketika ia
berdakwah ke Raja Fir’aun, ia harus menghadapi para penyihir kerajaan yang
mengubah sebatang tongkat menjadi ular. Bukti bahwa sihir itu memang ada.
Tentang
partitur yang bertuliskan bahasa Arab, maka bahasa Arab ini tidak bisa
dipisahkan dari Islam. Semua orang tahu Nabi umat Islam adalah orang Arab,
Al-Qur’an yang merupakan kitab orang Islam berbahasa Arab. Bahkan dalam
keyakinan umat Islam, bahasa yang digunakan di dalam Surga adalah bahasa Arab.
Melihat
drama ini menggunakan ‘property’ berbahasa Arab kita bisa berpikir bahwa
sebenarnya China, yang kita kenal sebagai negara komunis kini sebenarnya
memiliki sejarah yang berhubungan dengan Islam di masa lampau.
Kubilai Khan. Sumber Foto : Wikipedia |
Adalah
Dinasti Yuan atau yang sering kita kenal dengan sebutan Dinasti Kubilai Khan
menguasai Cina selama 90 tahun pada tahun 1279-1368 M. Pada masa ini Islam
memiliki pengaruh yang kuat, dinasti yang berpusat di ibu kota Peking (atau
Beijing) ini pernah mengangkat seorang muslim, Abdurrahman sebagai menteri
keuangan dan urusan pajak (1244 M).
Pada
tahun 1258 M, Umar Syamsudin diangkat sebagai gubernur Yunan. Selanjutnya
dibawah Dinasti Yuan, Islam ditetapkan sebagai agama besar dan murni.
Meskipun
Islam berkembang pesat pada masa itu, para da’i sipil dan militer tidak
meninggalkan ajaran Kong Fu Tsu dan Lao Tse. Para da’i tidak menampilkan tata
busana yang berbeda dengan warga Cina (Sumber : Api Sejarah 1 hal. 83).
Namun
di masa kini, seakan tak pernah tersentuh Islam barang setitik, China melakukan
persekusi massal pada 16 juta suku Uyghur di Provinsi Xinjiang, barat laut
negeri tirai bambu tersebut.
Wilayah
Xinjiang pernah merdeka sebagai negara Turkistan Timur pada tahun 1949. Namun
itu tak berlangsung lama sebelum akhirnya di kuasai Republik Rakyat China yang
berhaluan komunis. Bagi warga Uyghur, Islam adalah bagian penting dari
kehidupan dan identitas mereka, dimana ini sangat bertentangan dengan konsep
komunis yang tidak mengakui adanya agama. (republika.co.id).
Dihimpun
dari berbagai sumber, paling tidak ada 9 (sembilan) persekusi massal yang
dihadapi oleh muslim Uyghur. Pertama,
dilarangnya pemberian nama bayi yang berbau Islami, seperti “Muhammad” atau
“Fatimah”, bagi pemilik nama berbau Islami terancam tidak akan bisa memiliki
pekerjaan atau bisa dituduh separatis atau teroris.
Kedua, melarang penggunaan semua simbol
Islam, sehingga Al-Qur’an, sajadah dll disita oleh pemerintah. Ketiga, ada aturan pelarangan bagi
generasi muda atau anak-anak untuk belajar agama. Bahkan guru yang mengajarkan
agama akan ditangkap, baik mengajarkan di dunia nyata maupun lewat dunia maya
(media sosial). Mungkin bila di Indonesia kurang lebih seperti UU ITE.
Keempat, muslimah kehilangan hak
berpakaian syar’i. Jubah mereka dipotong serta dilarang menggunakan kerudung
dan atau cadar. Kelima, selain
kehilangan hak berpakaian, muslimah Uyghur juga kehilangan hak menentukan
pernikahannya, mereka dipaksa menikah dengan lelaki kafir dari suku Han dengan
alasan asimilasi budaya. Dengan kata lain, dipaksa menentang aturan Allah SWT
dalam hal larangan pernikahan beda agama. Hal ini merupakan langkah penghapusan
suku Uyghur sementara para lelaki Uyghur dipaksa masuk kamp konsentrasi dan
tidak kembali.
Keenam, banyak laki-laki Uyghur
dijebloskan secara paksa ke kamp re-edukasi (kamp konsentrasi) hanya karena
masalah memiliki jenggot atau melakukan kegiatan keagamaan lain. Di sana mereka
di doktrin dengan pemahaman komunisme China, dipaksa makan babi dan minum
alkohol. Tidak sedikit dari yang meninggal di kamp tersebut akan dibakar untuk
menghilangkan jejak.
Ketujuh, ada program “Become Family”
yang mengharuskan keluarga Uyghur menerima tamu dari partai komunis yang datang
ke rumah mereka. Sementara tujuan kedatangan mereka adalah mendoktrin dan
mengawasi segala tindak keagamaan seperti ibadah sholat dan puasa di rumah.
Kedelapan, Masjid diwajibkan mengibarkan
bendera China atau spanduk bertuliskan slogan komunisme China. Tidak ada
tulisan kalimat Tauhid di dinding dan harus melakukan upacara bendera serta
kuliah patrotisme sebelum sholat. Kesembilan,
dipasang ribuan kamera pendeteksi wajah untuk mengawasi gerak-gerik rakyat.
Sumber Foto : The Independent |
Untuk
kesekian kalinya, pertunjukan intoleransi terjadi karena Islam menjadi
minoritas di sebuah negeri. Patutnya China belajar dari Indonesia bagaimana
memperlakukan minoritas. Indonesia sebagai salah satu negara dengan jumlah
penduduk Islam terbesar di dunia sama sekali tidak melakukan pemusnahan massal
kepada rakyat penganut agama minoritas seperti yang dilakukan pemerintah China
pada muslim Uyghur.
Seringkali
banyak negara, termasuk China berbicara mengenai kedamaian global di hadapan
dunia, tapi sebenarnya tangan mereka sendiri berhamburan darah manusia-manusia
tak bersalah. Mereka berharap kebangkitan namun kebangkitan yang mereka bangun
tidak benar dan tepat karena dibangun dengan cara yang dzalim.
Islam
menawarkan konsep kedamaian global melampaui semua wacana dari negara-negara
manapun. Sejatinya seluruh muslim diikat oleh ikatan akidah, ukhuwah Islamiyah
yang erat. Jauh melampaui sekat nasionalisme, dimana sekat inilah yang membuat
penguasa-penguasa negeri muslim seperti Indonesia tidak berkutik ketika
saudaranya di Uyghur menjerit dan sekarat. Jangankan membebaskan muslim Uyghur
dari penjajahan yang mereka rasakan, sementara menekan dan mengusir dubes China
dari negeri nusantara ini pun masih berbelit-belit.
Maka
di sinilah pentingnya seorang Khalifah yang menerapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah
sebagai undang-undangnya. Persatuan umat Islam sangat ditunggu tidak hanya
untuk membebaskan Uyghur, tapi untuk tegaknya Islam yang akan membawa rahmat
bagi seluruh alam. Allahu A’lam