Ngomongin soal film atau drama, jauh sebelum saya hijrah, sinetron Angling Dharma menurut saya lebih menarik daripada Tersanjung. Sekarang pun drama The King : The Eternal Monarch masih lebih menarik daripada The World of The Married Couple. Jelas, saya lebih suka Dirilis Ertrugul dan Kurulus Osman daripada Sheharzaad hehe
Genre drama favorit saya memang yang punya setting jadul
gitu, atau yang bertema sejarah dan atau memiliki hubungan dengan sejarah. Kalo
drama Korea disebut Saeguk ya, tapi sering juga sih nonton yang settingnya
modern hehe
Zaman saya masih SD, Production House yang sering produksi
sinetron laga atau sinetron dengan setting jadul tuh ada Gentabuana Pitaloka.
Entahlah sekarang masih ada atau engga. Sebenarnya sinetron jenis ini di
Indonesia ya masih ada. Tapi karena sekarang sudah banyak referensi drama lain
terutama dari Korea dan Turki, nonton sinetron made in Indonesia ini berasa
hambar, jangan dianggap hinaan ya, tapi anggap sebagai kritikan supaya semangat
berbenah diri. #Eyaa
Tapi memang perubahan visi hidup karena fase hijrah dalam
hidup saya pun mengubah beberapa pandangan termasuk dalam hobi menonton
film/drama. Hobinya tetap ada, film yang disuka pun genrenya masih sama, tapi
pemilihan filmnya yang berbeda. Kalo dulu rasanya semua drama jadul ditonton,
baik yang 100% fiksi, memiliki unsur legenda atau berdasarkan sejarah tertentu.
Sekarang yang pengin ditonton adalah yang bisa memenuhi rasa penasaran dan sebisa mungkin memiliki kaitan dengan kehidupan kita. Karena kalo drama fiksi/legenda biasanya hanya untuk memenuhi keinginan untuk meluapkan emosi ajah. Misal drama The King : The Eternal Monarch, ini sebenarnya setting modern, tapi karena drama kerajaan saya anggap genrenya Saeguk juga (ngawur yaa). Drama ini totally fiksi bahkan imajiner. Setelah nonton saya merasa drama ini drama yang sia-sia. Karena ga ada ibrah yang bisa diambil. Huhu
.
Menurutku drama di Indonesia kebanyakan diisi dengan drama
percintaan alias darling-darlingan, bahkan dalam drama yang settingnya jadul
atau bahkan genre fiksi fantasy. Meskipun drama dari luar pun begitu sih. Kayanya
kalo ga ada scene merah jambunya ga syik. Bahkan kebanyakan plot drama jadi
fokusnya ke masalah romansa, membuatnya kehilangan sisi lain yang sebenarnya
epic. Misal drama Kurulus Osman, drama tentang pendiri Turki Usmaniyah ini
bakal lebih perfect andai romansanya ga memiliki porsi besar.
Karena itu rindu banget dengan film tema sejarah yang
benar-benar memberikan edukasi tapi masih enak ditonton dan menampilkan segala
ke-epikannya. Untungnya nih pas tahun baru Islam kemarin, 1 Muharram 1442, ada rilis film “Jejak Khilafah di Nusantara”
oleh Khilafah Channel. Bagi yang ga suka pelajaran sejarah, tontonlah ini,
karena film ini memberikan terobosan baru untuk belajar sejarah dengan
menyenangkan.
SINOPSIS
Rumornya sih, film yang tayang kemarin masih baru episode
pertama, artinya bakal ada episode-episode selanjutnya. Karena itu di episode
kali ini masih penggambaran hubungan Nusantara sejak masa kekhilafahan yang
dipimpin oleh Khulafaur Rasyidin, hingga masa penjajahan Portugis di berbagai belahan
Nusantara.
Buya Hamka pernah menyebutkan bahwa Teori Gujarat yang
menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-13 melalui para pedagang
dari India itu sebenarnya tidak benar. Namun Islam sudah masuk ke Indonesia
sejak abad ke-7.
Seperti yang kita tahu pada abad ke-6 atau 7, Islam di Timur
Tengah sedang bergelora dengan adanya Daulah dan dilanjutkan dengan Khilafah
yang dipimpin oleh para Khalifah. Khilafah ini yang mempersatukan umat dan
melaksanakan realisasi politik seperti dakwah dan jihad, dimana hal ini meniscayakan
ekspansi ke berbagai wilayah. Penyebaran Islam semakin cepat dan meluas, tentu
saja terjangkau pula hingga ke Nusantara.
Nusantara pada masa itu merupakan pelabuhan dagang yang
ramai, sehingga menjadi tempat bertemunya bangsa-bangsa di dunia. Salah satu
titik transit yang ramai adalah di Sribuza (Kerajaan Sriwijaya). Tentunya kedatangan
pelayar-pelayar muslim pun menarik perhatian sang Raja sehingga mengirimkan
sebuah surat kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz Kala itu. Dalam surat tersebut
dinyatakan bahwa sang raja tertarik pada Islam dan minta didatangkan sejumlah
ulama.
Ketika Abbasiyah runtuh akibat serangan Mongol, pasca
pendudukan Baghdad, ibukota Khilafah itu nyaris kosong. Tapi banyak keluarga Abbasiyah
selamat dan mereka berdiaspora atau mengungsi ke berbagai wilayah, salah
satunya sampai ke Aceh.
Ketika akhirnya Mongol ditaklukkan oleh dinasti Mamluk,
ibukota khilafah berpusat di Mesir. Samudra Pasai, kerajaan Islam di Aceh pada
masa itu berbaiat menjadi bagian dunia Islam dan mengemban tugas mengubah wilayah
di sekitarnya yang masih darul fikri menjadi darul Islam.
Hingga akhirnya Ketika dunia Islam dipimpin oleh Turki
Ustmaniyah, Khilafah kerap kali mengirimkan bantuan berupa senjata, kapal
hingga prajurit terlatih ke Nusantara sebagai bantuan untuk melawan Portugis. Bukti
berupa peninggalan-peninggalan sejarah seperti meriam, mata uang Islam atau
makam masih ada sampai sekarang di beberapa tempat. Turki Ustmaniyah pula yang
mengirimkan sepeleton ulama untuk semakin meluaskan dakwah dan ajaran Islam
yakni : WALI SONGO.
SISI LAIN
Secara singkat, film ini temanya sederhana : sejarah yang
sudah ada. Tentunya dengan berbagai referensi sumber yang bisa dipercaya dan
tidak perlu diragukan lagi. Tapi oh tapi nonton film ini berasa aku mau berangkat
perang, hati dag dig dug tak karuan. Telat tayang sampe 1 jam, kirain kecepatan
internet di rumahku yang tak memadai, belum lagi selama penayangan film ini di
banned berkali-kali. Usut punya usut ternyata karena ada serangan dari pasukan
uka-uka. Membuatku bertanya-tanya, ini film sejarah apa film horor? Kok bikin tegang! Hebohnya lagi, berbagai grup whatsapp yang saya ikuti rame membahas
ini, bareng-bareng kencengin shalawat asygill
Meskipun tema sederhana, memang film ini bikin kelojotan
orang-orang yang Islamophobia, anti banget dengan geliat kebangkitan Islam. Iya
kebangkitan Islam memang Ketika syariat Allah ditegakkan secara sempurna, dan
itu hanya bisa dilakukan dalam institusi Khilafah. Khilafah inilah yang telah
diterapkan sejak zaman Khulafaur Rasyidin hingga runtuhnya Turki Ustmani pada
tahun 1924. Artinya kurang lebih 14 abad dunia Islam dengan Khilafahnya menjadi
negara adidaya alias super power dunia.
Namun isu Khilafah sangat sensi di Indonesia. Para penentangnya
menganggap bahwa Khilafah tidak cocok untuk diterapkan di Indonesia atau Islam
di Indonesia tidak memiliki hubungan dengan Khilafah, padahal Khilafah itu
sendiri merupakan ajaran Islam, suatu pernyataan yang kontradiksi bukan?? Salah
satu puncak penolakan pada Khilafah adalah Ketika Menag merevisi materi
Khilafah dari Fikih menjadi pelajaran sejarah.
Tapi seberapa lihai pun manusia membuat makar, tetap makar Allah di atas segalanya. Melalui film ini Khilafah Channel menjawab tantangan dan menunjukkan hubungan erat antara Khilafah dan Nusantara secara historis. Makanya menurutku ngena banget apa yang dikatakan oleh Ustaz Ismail Yusanto, “Belajar sejarah Islam bukan Cuma digging up the past, tapi digging up the truth. Banyak sekali terjadi pengaburan bahkan penguburan. Kita harus melek, jangan mau terbutakan musuh.”
Menurut saya melalui film ini, orang bisa mengenal khilafah
bukan hanya melalui dalil-dalil, karena mungkin banyak yang ga percaya. Tapi sejarah
sudah membuktikan bahwa Khilafah memiliki kaitan dengan nusantara, bahkan bisa
dibilang ibu kita ya Khilafah.
Imam al Ghazali pernah berkata, “Agama adalah dasar, kekuasaan adalah penjaga. Segala sesuatu yang tidak ada penjaga akan roboh dan penjaga tanpa dasar akan hilang.”
Terakhir, saya ucapkan terima kasih dan Barakallah untuk tim
@jejakkhilafahdinusantara buat film documenter super kerennya. Sangat ditunggu
episode sebelumnya.
Jember, 21 Agustus 2020
#JKDNTheMovie
#NobarFilmKhilafah
#LiveFilmKhilafah
#JejakKhilafahdiNusantara
#JejakKhilafahTakBisaDikubur
#SejarahIslamIndonesia
#JasMerahKhilafah
#DakwahSyariahKhilafah
#MilenialDukungKhilafah
#KhilafahAjaranIslam
#MariPerjuangkanKhilafah
#BerkahDenganSyariahKhilafah