#CintaNala
// Ketidakadilan //
Oleh. Helmiyatul Hidayati
Waktu begitu cepat berlalu, seperti anak panah yang lepas
dari busurnya. Nala dan Rani kini telah memasuki babak baru dalam hidupnya
sebagai mahasiswi.
“Eh.. eh itu kan si Dani??” Rani menyikut lengan Nala
saat mereka sedang asyik makan bakso di kantin.
Rani menoleh sebentar pada orang yang dimaksud, “Dani
siapa??”
“Eh itu lohh.. Kejadian ulangan Fisika-nya Pak toto..”
=============
(Flashback)
Danu meremas kertas ulangannya dengan geram. Baru saja
nilai sempurna di kertas itu telah batal demi hukum. Nilai sempurna ulangan
Fisika yang sejatinya ingin ia tunjukkan pada ayahnya, agar ia mendapatkan
hadiah berupa sepeda motor baru. Kini, sepeda motor baru hanya menjadi mimpi
saja.
“Semua ini gara-gara Dani.” Begitu pikir Danu menyalahkan
saudara kembarnya.
Beberapa jam lalu, Pak Toto melaksanakan ulangan dadakan.
Sebenarnya tidak bisa juga dibilang dadakan, karena ia sudah pasti akan
memberikan ulangan begitu materi dan tugas pertama telah selesai diberikan.
Danu terkenal sebagai anak pintar, soal Fisika mudah
sekali baginya. Tapi Dani adalah kebalikannya, ia akan panik setiap kali ujian
tiba, apalagi yang bersifat dadakan. Namun pada ulangan Fisika tadi ia berhasil
membujuk Danu memberikan contekan. Nilainya yang sempurna malah membuat curiga
pak Toto.
“Nilai Dani sama persis dengan Danu kali ini. Hebat..
mudah-mudahan bukan karena nyontek yaa??” kata Pak Toto.
Kelas tiba-tiba berdengung, anak-anak menggumamkan
ketidakpercayaan terhadap hasil ulangan Dani dan langsung menuduh dia mencontek
pada Danu. Itu membuat Danu salah tingkah.
“Selama tidak ada bukti bahwa Dani mencontek, ya nilai
ini benar milik dia.” Kata Pak Toto lagi.
“Nala kan duduk di belakang mereka. Masa kamu ga liat
mereka Nal??” Tanya Rani, gadis yang memiliki suara paling keras sekaligus
ketua kelas, juga sahabat Nala. Mendapat pertanyaan itu Nala sedikit kaget, sementara Danu menelan
ludah pahit.
“Hmm.. Sebenarnya saya melihat kalo Dani mencontek pada
Danu pak.. Saya sudah peringatkan mereka tapi mereka tidak mendengar.” Kata
Nala disambut gemuruh teman-teman sekelas.
Pak Toto menggeleng-gelengkan kepala, ia mendekati bangku
Danu dan Dani untuk mengambil hasil ujian mereka. Biasanya pak Toto akan
langsung memberi nilai nol pada anak-anak yang ketahuan mencontek, baik yang
meminta atau memberi contekan.
Danu terbayang akan janji ayahnya, bahwa bila ia mendapat
nilai sempurna pada setiap ulangan minggu itu, ia akan mendapatkan sepeda motor
baru, sebagai ganti sepeda motor lamanya yang dirusak oleh Dani. Namun jika
nilainya kali ini berubah menjadi nol maka itu akan kehilangan kesempatan itu. Tanpa
sepeda rasanya ia tak bisa kemana-mana.
“Tunggu pak.. ini tidak adil bagi saya. Saya kan bisa
mengerjakan semua soal, yang tidak bisa itu Dani, karena itu dia mencontek
pekerjaan saya. Seharusnya dia saja yang nilainya jadi nol.” Danu membela diri.
“Tapi memberi contekan dan meminta contekan itu sama-sama
perbuatan yang salah. Jadi, memang keduanya harus dihukum.” Kata Panji, si
atlet sekolah.
“Benar, kamu pasti tahu kan kalo mencontek itu salah kan?
Membiarkan saudaramu mencontek sama saja dengan membiarkan dia melakukan
kejahatan. Kalian berdua sama-sama salah.” tambah Maya yang duduk di bangku
samping mereka.
“Tolong menolong itu boleh. Tapi hanya dalam kebaikan,
seperti dalam firman Allah QS. Al-Maidah ayat 2, ‘Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat
dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksa-Nya’.”
Kata Nala kemudian menimpali, yang dijawab anggukan oleh banyak teman mereka.
“INI TIDAK ADIL PAK” seru Danu masih
tidak terima.
Pak Toto melangkah perlahan menuju
Danu dan memegang pundaknya, “Kamu tahu hukum apa yang tidak adil Danu??”
Pak Toto mengalihkan padangan kepada
seluruh kelas, seakan-akan melemparkan pertanyaan itu kepada siapapun yang mau
menjawabnya.
Nala kemudian berbicara, “Hukum
buatan manusia pak, tidak sempurna seperti hukum yang sudah ditetapkan oleh
Allah. Sehingga banyak terjadi ketidakadilan selama manusia tidak berpegang
pada hukum Allah.”
Pak Toto mengangguk dan sekali lagi
mengedarkan pandangan pada anak didiknya yang lain.
“Misalnya guru honorer Baiq Nuril di
Mataram yang merekam pembicaraan mesum atasannya dihukum 6 (enam) bulan penjara
dan denda 500jt rupiah dan dianggap melanggar UU ITE. Padahal dia adalah korban
pelecehan seksual.” Sahut Rani lagi.
“Dan hukuman untuk penista agama yang
membakar bendera Tauhid hanya kurungan penjara 10 hari dan denda 2rb rupiah
pak. Itu ga adil, hukuman kok setara bayar parkir. Hukuman seharusnya membuat
jera dan menebus dosa.” Tambah Panji.
Pak Toto mengangguk-angguk, kemudian
meraih kertas ulangan Danu dan Dani. Mencoret angka 100 yang tertera di atasnya
kemudian menggantinya dengan nol.
“Oke, jam pelajaran sudah selesai,
kalian silakan pulang.”
Bel berbunyi, suasana kelas pun
hening dengan cepat. Semua anak kembali ke rumahnya masing-masing dengan cerita
yang berbeda hari ini.
==========
(Back To)
“Udah inget sekarang neng?” Tanya
Rani lagi.
Nala akan menjawab ketika tiba-tiba
orang yang mereka maksud sudah duduk di depan mereka.
“Hai Dani..” sapa Rani.
“Aku kuliah di fakultas hukum..” kata
Dani.
“Ga ada yang tanya..” sahut Rani.
“Aku cuma kasih tahu Nala..”
Rani dan Nala melongo. Sementara Dani
dengan acuh beranjak dari situ, meninggalkan dua gadis itu dalam pikiran penuh
teka-teki.
===============
(The End)
===============
#storychallenge
#story02
#proyekrevo8
#revowriter8
#gemesda
#gerakanmedsosuntukdakwah