Wacana new normal life udah menggema beberapa hari ini. Singkatnya sih, ini "pembebasan" kembali masyarakat untuk beraktifitas seperti biasa, setelah sekian lama terpasung PSBB karena corona. Pemberlakuannya sih bertahap, tapi efek penderita positif corona sepertinya bertingkat berkali-kali lipat.
Sebenarnya
new normal life yang dimaksud adalah adanya perubahan gaya hidup. Semisal
orang-orang jadi lebih peduli dengan kebersihan dan kesehatan, sosial
distancing, memakai masker, home education, work from home dll yang sebenarnya (lagi) 1400-an
tahun lalu semua itu, udah diajarkan oleh Rasulullah SAW loh.
VERSI GAJE
(Half) Normal Life itu ibarat kehidupan bujang laki-laki. Saat ia masih sendiri, ia menikmati masa mudanya, perjuangan kesendiriannya. Hingga akhirnya masa bujang berakhir dan ia memiliki tanggung jawab kepada seorang wanita yang menjadi istri sekaligus ibu dari anak-anaknya.
Kehidupan
pernikahan tak semudah dan seindah kala dibayangkan. Bahkan tak jarang yang
merindukan masa (half) normal life ketika masih bujang. Kalo ini,
sama sih antara cowok dan cewek. Merasa kehidupan lampaunya lebih baik, atau
mengandai-andai jikalau pilihannya berbeda.
Pernikahan
bisa pula diibaratkan masa pandemi (pontang-panting demi istri). Tak hanya soal
mencari nafkah, tapi juga memahami karakter masing-masing pasangan. Jangan lupa
pula tantangan mendidik anak-anak yang tak mudah.
Di
dunia ini tak ada yang abadi.. Dalam pernikahan juga ada perubahan fase. Ada
kalanya pasangan dalam fase madu, fase repot, fase kritis lalu fase
mapan/stabil. Selengkapnya baca juga RSP Berbanding Lurus Dengan SMR yaa. Kehidupan
rumah tangga yang stabil bisa dibilang "normal life"
Sayangnya
kemudian hadir pandemi gelombang kedua (new wife). Perubahan fase jadi tak
karuan. Effort buat pontang-panting naik level sampe naik emosi. Tapi nasi udah
jadi bubur, kebijakan apapun yang dibuat, entah bertahan atau bubar, tak akan
mengembalikan keadaan ke normal life sebelumnya.
Akhirnya
mau tak mau, bikinlah terobosan "new normal life". Menerima, merasa
dan menjalankani kehidupan dengan yah begitulah 🤣
kapan kondisi ini akan berakhir?? Pertama, Kalo udah pindah ke alam barzah
alias mati. Kedua, menerapkan kehidupan Islam Kaffah 😊
Intinya??
Kalo kamu 1 (satu) wag dengan saya jangan pernah ngomongin "new normal
life" versi gaje dengan saya. Uhuk.. uhuk.. 😁🤣🤣
**
VERSI KECE
Sebenarnya kata-kata "hidup normal" tuh jadi beken udah beberapa kali. Salah satunya adalah ketika trending topik wacana radikal. Iyah, radikal kerap kali diidentikkan dengan yang berbau Islami. Ada akhwat kerudungnya panjang dan pake kaos kaki kemana-mana, dibilang radikal. Ada yang anti riba, ngadain pernikahan infishal (terpisah laki-laki dan perempuan) ya dibilang radikal, anti pacaran, anti tabarruj, ngomong akhi-ukhti, tiap minggu pergi kajian dsb. Mereka dianggap masyarakat, “tidak hidup normal."
Anggapan
hidup normal yang dianut masyarakat biasanya bisa kita lihat dari drama-drama
yang berseliweran di televisi kita atau platform lain. Kebanyakan penuh dengan
romansa bukan? Pacaran sebelum nikah udah biasa, maka itulah normal. Wanita berkarir
dari pagi sampai malam itu udah biasa, maka itulah normal. Mode pakaian publik
figure kita seperti apa? Itulah normal. Love is everything; Love is blind.
Itulah normal. Dan sebagainya.
Padahal
sebenarnya sedang ada drama kehidupan "maling teriak maling" Tau yah
idiom ini? Maling teriak maling adalah usaha penyelamatan diri ketika seorang
maling tertangkap dengan berusaha melemparkan kesalahan pada orang lain.
Kehidupan
ala kapitalis demokrasi itu sebenarnya bukan kehidupan yang normal bagi segenap
manusia. Karena tidak sesuai fitrah, tidak memuaskan akal dan tidak
menentramkan hati. Lihat aja bagaimana mereka mengatur sistem perekonomian,
kalo sistemnya lagi bagus, terjadi kesenjangan sosial. Kalo sistemnya lagi loyo
timbul krisis moneter. Dunia politik mah gitu juga, demokrasi lagi sehat,
rakyat tetap dicekik pajak. Demokrasi lagi ga sehat, korupsi mengggurita bikin
rakyat diinjak-injak. Ada yang enak gitu??
Hidup
normal tuh sebenarnya adalah ketika kita hidup "happily ever after",
ama dunia tuh biasa, kagak gimana-gimana, tapi peduli ama perdamaian dunia jadi
skala utama. So, hidupnya santuy karena ga diburu dunia, tapi produktif memupuk
amal kebaikan skala dunia. Terus, kalo mati masuk surga. Bukankah hidup kita abnormal
karena terlalu bernafsu memburu dunia?? Hingga segala cara dilakukan sekalipun
melanggar perintah Yang Kuasa??
Aturan
yang kita (manusia) buat sendiri tidak mampu mengembalikan kehidupan normal
manusia yang sesuai fitrahnya. Karena, aturan yang dibuat manusia memiliki
peluang salah dan benar. Sesuatu yang tak pasti. Fyi, "Dimana hukum syara'
diterapkan, pasti akan mendatangkan kemasalahatan (membawa kemanfaatan,
mencegah kerusakan” Naah..
“New
Normal Life” itu ketika penjajahan dihapuskan di atas muka bumi, darah kaum
muslim terselamatkan. Setiap orang di penjuru dunia ini mendapatkan haknya
untuk beribadah. Distribusi kekayaan adil dan merata. Kalo ada wabah, ga akan
menyebar ke banyak wilayah. Hidup pun penuh berkah.
Ini
bisa disebut mimpi atau OMDO (omong doang), tapi jelas kece kan??
Jember, 06 Juni 20
Salam,