Rahasia Parenting Keluarga Ayyubi

June 08, 2024

 

Ilustrasi Salahuddin Al Ayyubi dalam Drama Turki "Selahuddin Eyyubi"


Najmuddin Ayyubi sudah hampir paruh baya, namun ia belum menikah jua. Pamannya, Asaduddin Syirkuh yang mengkhawatirkannya menawarkan untuk melamar salah satu dari dua wanita terbaik di kala itu, seorang putri dari pemimpin Bani Seljuk atau seorang putri dari seorang menteri agung.

Namun, Najmuddin menjawab, “Mereka tidak cocok denganku..”

Sang Paman bertanya lagi, “Lantas seperti apa istri yang cocok denganmu?”

Najmuddin menjawab, “Aku menginginkan istri yang shalihah yang bisa menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan anak yang dia didik dengan baik hingga jadi pemuda dan ksatria yang mampu mengembalikan Baitul Maqdis ke tangan kaum muslimin.”

Selang beberapa hari, Najmuddin duduk bersama seorang Syaikh di Masjid Tikrit (sekarang negara Irak) ketika seorang gadis datang dari balik tirai. Sang Syaikh menanyakan kepada gadis itu kenapa dia menolak lamaran seorang pemuda shalih yang datang kepadanya kemarin.

Sang gadis, yang ternyata bernama Sit Al Khatun menjawab, “Dia tidak cocok denganku.”

Syaikh pun bertanya kembali, “Lantas seperti apa suami yang cocok denganmu?”

Sit menjawab, “Aku ingin seorang pemuda yang menggandeng tanganku ke surga dan melahirkan darinya anak yang menjadi ksatria yang akan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum Muslimin”

Maka, menikahlah Najmuddin Ayyubi dan Sit Al Khatun dengan visi melahirkan generasi emas yang kelak akan membebaskan Al Quds dan mengembalikan Baitul Maqdis kepada kaum muslimin. Memang pada masa itu, Yerusalem dikuasai oleh tentara Salib yang kejam.

Sejarah kemudian mencatat dengan tinta emas, bahwa pada tanggal 2 Oktober 1187, 52 kota di dalam dan di sekitar Yerusalem jatuh ke tangan anak mereka atas kuasa Allah. Mimpi besar Najmuddin Ayyubi dan Sit Al Khatun benar-benar diwujudkan oleh anak mereka 49 tahun kemudian.

Anak emas itu, kita mengenalnya dengan nama : Shalahuddin Al Ayyubi.

**

Ilustrasi Salahuddin Al Ayubi dalam Film "Kingdom of Heavean"


Sahabat shalihah..

Mencari pasangan itu tidak sulit. Tapi pasangan yang memiliki visi-misi Islam, seperti mencari jarum di tumpukan jemari. Menjadi orang tua juga tidak sulit, tapi menjadi orang tua yang mempersiapkan anaknya untuk kebangkitan Islam, seperti pungguk merindukan bulan. Sulit digapai.

Sebuah pepatah dari Cina mengatakan, “It takes a village to raise a child” atau “dibutuhkan satu desa untuk membesarkan seorang anak.”

Benar. Dari dulu membesarkan anak tak bisa sendirian. Kita tak hidup di goa.

Andai Najmuddin dan Sit Al Khatun hidup di zaman sekarang, mungkin mereka akan menjadi orang tua yang kesulitan pula dalam membentuk Shalahuddin menjadi pembebas Al Quds.

Jangankan menjadi orang tua yang memiliki visi-misi Islam. Tidak sedikit orang tua zaman sekarang bingung mau membentuk anaknya menjadi apa. Pada akhirnya kemudian pasrah terbawa arus zaman yang semakin tidak karuan arahnya kemana.

Bagaimana tidak?

Orang tua zaman sekarang akan dihadapkan dengan bobroknya sistem pendidikan sekuler, yang hanya menghasilkan generasi-generasi materialistis, hedonis dan jauh dari panduan Islam. Manusia yang terbentuk karena sistem pendidikan ini terkadang hanya merasa cukup hidup untuk menegakkan punggung, bukan menegakkan Islam.

Orang tua zaman sekarang akan dihadapkan pada realitas mahalnya biaya pendidikan dan kesehatan, yang sulit ditanggung hingga membuat pusing alang-kepalang.

Orang tua zaman sekarang dihadapkan pada besarnya rasukan pemikiran-pemikiran kejam kapitalisme, feminisme, hak asasi manusia yang tidak hanya menghancurkan generasi, namun juga menghancurkan sebuah peradaban.

Sudah kita lihat banyak faktanya, maksiat menjadi biasa, bahkan tak jarang dijadikan lifestyle anak muda. Pacaran, mengumbar aib, zina, riba atau melepas kerudung contohnya.

Generasi kita hari ini, secara sadar atau tidak sadar bahkan bingung dengan identitasnya sendiri. Bingung mencari jati diri. Padahal sudah jelas ia dilahirkan dengan fitrah.

Makin ke sini, makin ngeri. Kehidupan remaja begitu dekat dengan tindak kriminal. Tidakkah kita sedih?? Kala mendengar berita seorang siswi yang diperkosa rame-rame oleh 10 orang?

Tidakkah kita sedih?? Kala mendengar berita kematian remaja 17 tahun yang meninggal karena aksi tawuran??

**

Ilustrasi Salahuddin Al Ayubi dalam Drama Turki "Selahuddin Eyyubi"


Sahabat shalihah..

Mari sejenak kita renungkan, apa yang membuat kita, orang tua di zaman sekarang berbeda dengan orang tua pada 9 abad lalu, ketika Najmudin dan Sit Al Khatun hidup??

Padahal kita dan mereka berada di bawah langit yang sama, memiliki keyakinan yang sama yaitu Islam. Berpedoman pada kitab yang sama yaitu AlQuran. Meneladani nabi yang sama yakni Rasulullah SAW.

Ternyata Najmuddin Ayyubi dan istrinya tidak sendirian dalam mendidik putera-puterinya, mereka ditemani oleh 3 pilar penting yang hilang di zaman ini. Tiga pilar tersebut : individu yang bertakwa; masyarakat yang amar ma’ruf nahi munkar; dan negara yang menerapkan syariat Islam.

Sementara kita hari ini, harus tertatih-tatih untuk mendidik anak. Kepala jadi kaki, kaki jadi kepala. Terkadang tulang rusuk masih harus merangkap jadi tulang punggung. Kadang tulang punggung entah pergi kemana. Aduh pusing tujuh keliling!

**

 

Sahabat Shalihah..

Tidakkah kalian merasa prihatin melepas anak ke dunia yang kejam ini? Tanpa 3 pilar yang melindunginya?

Apakah kalian rela melihat anak yang telah dilahirkan dan dibesarkan dengan susah payah, dengan taruhan nyawa. Tidak terjamin dunia akhirat-nya??

Apakah kalian rela melihat anak yang kita didik dengan sungguh-sungguh, dengan pengorbanan darah, keringat dan air mata menjadi tak bermakna di akhirat kelak??

Sebaik-baik perlindungan kita kepada diri kita sendiri, anak dan keluarga adalah menjaga diri kita dari api neraka. Dan hal ini akan lebih mudah dilakukan bila kita menerapkan sistem Islam dengan mengembalikan lagi 3 pilar penting ke dalam kehidupan.

Mari ciptakan masa depan yang lebih baik untuk generasi mendatang dimulai dari diri kita sendiri; dengan berkontribusi menjadi bagian dakwah Islam Kaffah.

**

(Tulisan ini adalah story telling yang dibacakan pada kajian bulan MT Khoirun Nisa dan MT Qonitat Jember)

 

 

 

You Might Also Like

3 comments

  1. The contents are masterpiece. you’ve performed a wonderful job in this topic!

    ReplyDelete
  2. Lovely blog information. Thanks for sharing with us. This is so useful.

    ReplyDelete
  3. It’s very informative and you are obviously very knowledgeable content on your site.

    ReplyDelete

Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)