RAID : Memburu Pajak yang Hilang

May 17, 2019

Sumber Foto : Sacnilk


Sudah lama tidak menjamah film India. Sekalinya menjamah, dijodohkan dengan RAID nih. Film yang dibintangi oleh Ajay Devgan ini berlatar era tahun 80-an. Dan diangkat dari kisah nyata loh, yang termasuk peristiwa bersejarah di India. Sebuah penggerebakan penggelapan pajak terbesar di sana.


Sudah kebayang kan? Film ini jelas bukan soal romansa yang umumnya menjadi tema-tema film kebanyakan. Ini adalah perlawanan antara yang baik dan yang buruk. Tapi bukan juga drama action, pertarungan antara pemain antagonis dan protagonis berlangsung dengan cara bermain kata dan strategi.

Mr. Amay Patnaik yang merupakan tokoh sentral dalam film ini adalah seorang Komisaris di Kantor Pajak Penghasilan dan sudah dimutasi sebanyak 49 kali selama tujuh tahun terakhir. Ia memiliki kredibilitas sebagai pejabat yang bersih, jujur dan tidak kenal takut. Dalam kisah ini ia ditugaskan di kota LuckNow.

Mungkin divisi Amay Patnaik ini lebih seperti KPK kalau di Indonesia, tugasnya mencari penggelapan pajak yang menimbulkan kerugian pada negara. Eh, jadi ingat kasus Gayus Tambunan nih..

SINOPSIS

Tidak lama setelah sampai di kota LuckNow, Amay Patnaik mendapat surat kaleng yang memberikan bocoran informasi akurat mengenai penggelapan pajak sebesar 4,2 milyar rupee yang dilakukan oleh seorang senator sekaligus orang terpandang di kota tersebut, Rameshwar Singh alias Rajaji.

Adegan selanjutnya adalah berisi petualangan Amay Patnaik dalam menyelidiki kebenaran dari isi surat kaleng tersebut. Setelah dirasa mendapatkan bukti yang cukup, maka dia pun merencanakan sebuah penggerebekan.

Dari sini, mulailah Amay merancang strategi, seakan-akan tahu bahwa salah satu anak buahnya akan membocorkan penggerebekan, ia membagikan amplop pada masing-masing anak buahnya. Amplop itu hanya boleh dibuka atas perintah Amay, di tempat dan waktu tertentu.

Penggerebekan pun dilakukan di rumah Rameshwar Singh yang bak istana, bahkan disebutnya Gedung Putih (macam gedung pemerintahan ya). Adegan paling keren ada di rumah ini. Bagaimana seluruh harta yang berupa uang tunai, perhiasan, lantakan emas, barang antik dll sedemikian rupa disimpan. Ada yang ditanam di dalam tembok, di pilar penyangga rumah, di dalam tangga, di halaman, di ruang bawah tanah bakan lantakan emas ditemukan di langit-langit rumah. Kalau menurut saya, disinilah adegan “killing part”nya berada.

Rajaji berusaha menyelamatkan diri, ia berusaha melobi kesana-kemari hingga sampai ke Perdana Menteri, bahkan ia juga berusaha mencelakakan istri Amay Patnaik. Namun semua usahanya tidak berhasil, Amay Patnaik tidak berhenti “mengobrak-abrik” rumahnya. Hingga akhirnya ia mengerahkan warga untuk menyerang Amay di rumahnya sendiri, namun untunglah polisi yang dikirim oleh PM India datang tepat waktu.



SISI LAIN


Dialog paling ‘mendalam’ di film ini menurut saya ketika para saksi yang dipilih oleh Rajaji menandatangani sebuah dokumen (semacam pernyataan bahwa mereka memang melihat “harta haram” di rumah tsb) kemudian berkata, “Aku sudah menandatanganinya, tapi ini tidak ada gunanya. Ketika semua uang ini dikembalikan kepada pemerintah, pejabat lain akan menggelapkannya.”

Kemudian dijawab oleh Amay, “Pak, apakah jika murid anda bodoh dan nakal, anda akan berhenti mengajar?”

Pemberantasan pada korupsi, seperti kata Amay, memang harus dilakukan tanpa ada kata menyerah. Namun lebih efektif lagi bila sistem sebuah negara membuat praktek seperti ini kecil hingga tidak ada. Tentu tidak ada sistem buatan manusia yang bisa seperti ini. Hanya sistem Islam yang bisa. Karena standar dalam sistem Islam bukan lagi materi seperti sistem kapitalisme saat ini, namun standar halal-haram yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.

RAID ini memberi tahu kita bahwa pajak itu adalah salah satu sumber penghasilan terbesar. Termasuk di negeri kita tercinta, pajak dan utang merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Yah zaman sekarang, apa sih yang ga ada pajaknya, bahkan kita makan pun dipajak kan? Dimana nantinya uang hasil pajak digunakan untuk kesejahteraan rakyat, mengalir pada pembangunan infrastruktur, subsidi bahan bakar, kesehatan, pendidikan dll

Tapi, kalo mau dianalogikan, sebenarnya negara tak ubahnya individu. Tidak seharusnya mengandalkan pendapatan dari pajak, apalagi utang. Iya kali kita hidup malakin orang mulu, terus ama ngutang mulu. Ga enak banget kan..
Cari nafkah itu ya kerja.. kerja yang halal, supaya berkah dan barokah. Itu baru namanya HIDUP..

Di dalam Islam, pajak memiliki syarat yang ketat. Pertama, Pajak tidak bersifat kontinu, hanya dipungut bila kas negara kosong. Kedua, digunakan untuk pembiayaan yang merupakan kewajiban dan sebatas jumlah yang diperlukan, semisal untuk jihad, gaji ASN dll. Ketiga, hanya diambil dari kaum muslim, tidak non-muslim. Keempat, dipungut dari kaum muslim yang kaya. Kelima, dipungut sesuai jumlah pembiayaan yang diperlukan tidak boleh lebih (mtaufiknt).

Dengan kata lain, pajak diberlakukan bila negara dalam keadaan DARURAT. Hingga kas negara terisi kembali. Bagaimana bila kas negara selalu kosong atau defisit? Bisa jadi ada kesalahan dalam sistem perekonomiannya. Semisal, sumber pemasukan negara dari sektor sumber daya alam TIDAK ADA karena sektor tersebut diserahkan pada asing. Ya jelas kita ga akan dapat apa-apa..

Pajak yang ditarik di luar ketentuan-ketentuan tersebut, maka itu merupakan kezaliman atas rakyat dan tidak boleh dilakukan. sebagaimana dikatakan oleh adz-Dzahabi dalam al-Kabair, “Pemungut pajak adalah salah satu pendukung tindak kezhaliman, bahkan dia merupakan kezhaliman itu sendiri, karena dia mengambil sesuatu yang bukan haknya dan memberikan kepada orang yang tidak berhak.

Terlebih lagi di zaman sekarang, pajak diwajibkan oleh beberapa pemerintahan dan digunakan untuk kepentingan-kepentingan elit yang sebenarnya tidak perlu. Misalnya menjamu tamu dari kalangan para raja dan pemimpin negara lain dengan dana yang fantastis. Mendanai berbagai kegiatan atau ajang-ajang yang mengandung kemaksiatan semisal konser, pesta, festival dll.

Pajak seperti inilah yang oleh sebagian ulama disebut, “Pajak dipungut dari kalangan miskin dikembalikan ke kalangan elit.” Padahal menurut sabda Rasulullah SAW, seharusnya “Diambil dari kalangan elit dan dikembalikan kepada kalangan fakir.”

Wallahu a’lam

You Might Also Like

7 comments

  1. Negara tidak seharusnya mengandalkan pajak sebagai sumber pendapatan? Wah, boleh diinfokan sekalian, saat ini pengeluaran negara untuk apa saja dan bagaimana sih, pengelolaan sumber daya alam saat ini. Bisa untuk artikel selanjutnya tuh.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya benar bisa untuk artikel selanjutnya, karena pembahasannya panjang dan harus pula buka kitab2 tentang sistem ekonomi Islam :). terima kasih sarannyaa..

      Delete
  2. Pajak dijadikan tema film, sungguh berani tampil beda sekaligus mengedukasi penonton.

    ReplyDelete
  3. terpesona membaca ketentuan pajak dalam Islam.
    Aku penulis buku dan udah kenyang banget ngerasain royalti jauh di bawah UMR (say, 3 juta dalam 6 bulan, artinya hanya 500rb per bulan) pun dipotong pajak :'(

    ReplyDelete
    Replies
    1. nasib penulis zaman sekarang udah kaya kuli pasar ya mbak.. hiks.. kalo di dalam Islam, buku seorang penulis dihargai sesuai berat bukunya, kemudian diganti emas (seberat buku yang ditulis) oleh negara. Lalu negara yang akan mendistribusikannya..

      Delete

Selamat datang! Berikan komentar yang nyaman dan semoga harimu menyenangkan :)